Selasa, 27 April 2010

BOSS : SIAPA DIA ?



BOSS : SIAPA DIA ?

Leadership is action not position (Kepemimpinan adalah tindakan bukan posisi) – Donald H Mc Gannon

SIAPA SIH SEBENARNYA BOS ITU ? Sebagai sosok/pribadi penentu kebijakan dalam suatu instansi atau perusahaan maka posisi bos/pejabat (struktural) atau dalam lingkungan perusahaan setara dengan manajer sangatlah strategis. Karena itulah kedudukannya banyak diincar karena selain tanggung jawabnya yang berat, maka biasanya salary dan berbagai fasilitasnya juga tergolong ‘berat’.
Rasa-rasanya tidak ada karyawan maupun staf yang tidak mengimpikan posisi tersebut. Bahkan berbagai jurus dan strategi baik yang berkonotasi positif (memacu prestasi) maupun negatif (halalkan secara cara) dipasang untuk meraih posisi tersebut. Ada juga yang aneh dan ini lazim terjadi di lingkungan pemerintahan, sering kali di depan ruangan pejabat yang menentukan karier seseorang ditemukan untaian bunga atau sesajen. Ini jelas tindakan irasional namun juga wujud dari usaha merebut posisi atau jabatan, hanya saja caranya tidak logis. Saking tidak percaya diri atau merasa kalah dalam kompetisi yang kian ketat.
Secara umum ada dua jenis pengkategorian di bursa karir, yang satu jenis dikenal sebagai Pimpinan dan lainnya adalah bawahan (karyawan, staf dan sebagainya). Jadi sebaiknya memang sejak awal kita tetapkan tujuan dalam berkarir. Pilihannya apakah kita mencetak diri jadi bos atau cukup sekedar jadi karyawan biasa !
Jelas perbedaan hirarkis itu berkonsekuensi dalam hal penerimaan kompensasi. Walaupun menjadi karyawan ‘biasa’ bukanlah hal yang memalukan namun menjadi bawahan sepanjang usia karir, tentulah bukan hal yang membanggakan. Bukankah mayoritas bos besar juga mengawali karir dari level terbawah juga. Bedanya mereka memiliki sikap & target yang fokus hingga dengan cepat belajar beradaptasi serta membuat langkah-langkah maju. Mereka dengan cepat menjadi bos juga sebab mereka adalah bawahan yang pintar.
Berikut adalah beberapa faktor kepemimpinan yang penting, antara lain:
1. Keberanian yang tak tergoyahkan: Ini berdasarkan pengetahuan mengenai orang-orang dan pekerjaan seseorang. Tidak ada pengikut yang ingin dikuasai oleh seorang yang tidak memiliki kepercayaan kepada diri sendiri dan keberanian. Tidak ada pengikut pintar yang akan mau dikuasai oleh pemimpin seperti itu terlalu lama.
2. Pengendalian pribadi: Orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya tidak akan bisa mengendalikan orang lain. Pengendalian diri memberikan teladan yang baik bagi para bawahannya, yang akan ditiru oleh karyawan yang lebih pintar.
3. Rasa keadilan yang tajam: Tanpa rasa kejujuran dan keadilan, tidak ada pemimpin yang akan bisa memerintah dan mempertahankan penghargaan dari bawahannya.
4. Keputusan yang pasti: Orang yang goyah dalam keputusannya memperlihatkan bahwa dia tidak yakin akan dirinya sendiri dan dipastikan tidak akan bisa memimpin orang lain dengan sukses.
5. Rencana yang pasti: Pemimpin yang sukses harus merencanakan pekerjaannya dan mengerjakan rencananya. Seorang pemimpin yang bertindak hanya berdasarkan dugaan, tanpa rencana yang praktis dan pasti, bisa dibandingkan dengan sebuah kapal tanpa kemudi. Cepat atau lambat dia pasti akan menabrak karang.
6. Kebiasaan melakukan lebih banyak daripada yang dibayar: Salah satu hukuman bagi kepemimpinan adalah perlunya memiliki kemauan sebagai bagian dari peran pemimpin, untuk melakukan lebih banyak daripada yang disyaratkan bagi para pengikutnya.
7. Kepribadian yang menyenangkan: Tidak ada orang yang lamban dan bersikap masa bodoh, akan bisa menjadi pemimpin yang sukses. Kepemimpinan memerlukan penghargaan. Pengikut tidak akan menghargai seorang pemimpin yang tidak punya integritas tinggi dalam faktor-faktor berkaitan dengan kepribadian yang menyenangkan.
8. Simpati dan pengertian: Pemimpin yang sukses harus bersimpati dengan para pengikutnya. Lebih-lebih dia harus memahami mereka beserta masalah mereka.
9. Menguasai perincian: Pemimpin yang sukses memerlukan penguasaan atas perincian kedudukannya sebagai pemimpin.
10. Kemauan memikul tanggung jawab penuh: Pemimpin yang sukses harus mau memikul tanggung jawab untuk kesalahan dan kekurangan stafnya. Kalau dia mencoba mengalihkan tanggung jawab, dia tidak akan bertahan sebagai pemimpin. Kalau salah seorang bawahannya membuat kesalahan dan memperlihatkan bahwa dirinya tidak cakap, pemimpin harus mempertimbangkan bahwa dia sendirilah yang gagal.
11. Kerjasama: Pemimpin yang sukses harus memahami dan menerapkan prinsip upaya kerjasama dan bisa mempengaruhi bawahannya untuk melakukan hal yang sama. Kepemimpinan memerlukan kekuasaan sedang kekuasaan memerlukan kerjasama.

3 S : Smart, Superior and Successful



NIKMATNYA JADI BOSS

3 S : Smart, Superior and Successful

Genius seems to be the faculty of having faith in everything, especially oneself (Kejeniusan agaknya adalah kemampuan mempercayai segala sesuatu, terlebih lagi percaya pada diri sendiri) – Arthur Stringer

Smart, Superior & Successful (3S), menjadi kata kunci untuk menjawab tantangan karir di era yang kian kompetitif sekarang ini. Pertanyaannya mampukah sistem sekolah yang terbukti telah melahirkan kekerasan memenuhi tuntutan ini? Lalu cukupkah anak kita bekali 3S saja dalam mengarungi hidup yang demikian kompleks ini?
Saya memang tak tahu apa pejabat atau bos yang korupsi dan kekayaannya melimpah ruah itu pernah duduk di bangku sekolah? Sebab mereka pada kenyataannya adalah pelaku aksi korupsi dengan berbagai modus yang mengagumkan. Dan mereka pada kenyataannya adalah makhluk yang menimbun kekayaan dalam jumlah yang sungguh fantastis.
Realitanya para bos itu, yang meskipun terbukti bersalah tapi tetap saja bisa lolos dari jerat hukuman pengadilan mana saja. Sebagai sebuah sub sistem, pendidikan akan sangat dipengaruhi oleh sistem sosbud makro yang dominan dalam suatu negara. Karenanya untuk mencari relevansi suatu konsep pendidikan setidaknya harus dilihat dari dua aspek yakni faktor eksternal dan internal.
Analisa pada faktor eksternal mesti menyangkut pendidikan dalam dimensi dan kekuatan politiknya. Banyak faktor yang saling terkait dalam kebijakan pendidikan. Begitu juga ada beberapa masalah yang terkait dengan paradigma serta titik tekan yang dipakai dalam mengambil kebijakan politik atas pendidikan nasional.
Kebijakan politik dan ekonomi Indonesia di era orde baru mengedepankan strategi pertumbuhan ekonomi dengan program industrialisasi yang masif.
Karena itu secara perlahan tapi pasti bangsa kita telah masuk dalam satu sistem kapitalisme industri sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan negara. Akibatnya bagi pendidikan menjadi jelas, pertama sebagai sub sistem, pendidikan mencerminkan sistem makronya yang dominan.
Lebih-lebih kalau keputusan politik dikenakan pada strategi pendidikan nasional maka bisa dipastikan sistem tersebut akan dipenuhi tendensi kebijakan yang mengabdi pada kepentingan kapitalisme industri.
Situasi ini menjadi makin kompleks manakala Indonesia menjadi anggota sebuah lembaga kapitalisme Internasional yang berarti kucuran modal asing memperoleh tempat cukup kuat dalam perekonomian kita. Konsep triple ‘S’ ini implementasinya melalui proses integrasi lewat sistem pendidikan yang hendak membentuk mereka menjadi patuh, sopan, dan pintar. Para siswa benar-benar berada di bawah ‘kendali’ sekolah saat guru berada dalam posisi lebih tahu dan mengerti.
Konsep ini seperti yang dikatakan oleh Sartre, yakni konsep pendidikan yang ‘mengunyahkan’ (digenstive) atau memberi makan (nutritive) di mana pengetahuan ‘disuapkan’ oleh guru kepada murid untuk ‘mengenyangkan’ mereka. Sungguh sebuah model pembelajaran ‘nir komunikatif’ yang menisbikan kesempatan dialog.
Padahal realita membuktikan jika ada seorang yang selalu memaksa untuk melakukan apa yang seharusnya dia mampu lakukan, akan tetapi dia takut untuk melakukan tindakan. Maka anak seperti ini akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan pada akhirnya akan ‘tersesat’. Sebab masa depan memang milik misteri kehidupan dengan banyak kemungkinan dan kejutan di sana-sini.
Lalu, faktor apa yang tampak menonjol di era reformasi selama 7 tahun pertama ini? Menurut saya, hal yang menonjol cukup banyak. Tapi, sayangnya, apa yang menonjol itu tidak selalu berkonotasi positif tapi juga banyak yang negatif.
Yang positif misalnya, soal keterbukaan dan kebebasan. Jika dulu serba represif, kini kita dapat merasakan adanya kelonggaran. Juru dakwah relatif bebas dalam menyampaikan materi dakwahnya. Seorang penulis bisa lebih terbuka mengungkapkan gagasannya. Institusi pers bisa lebih leluasa dalam mendapatkan akses ke sumber berita dan kemudian mengeksposnya di media massa. Dalam batas-batas tertentu, ini adalah sangat positif.
Yang positif lainnya, adanya semangat desentralisasi pemerintahan dan keuangan. Jika sebelum era reformasi kekuasaan pemerintahan dan kewenangan semuanya dikendalikan dan ditentukan pusat, kini sentralisasi itu tidak ada lagi. Yang muncul kini adalah desentralisasi yang dikemas dalam otonomi daerah.
Jika dulu DPRD hampir tidak punya peran apa-apa dalam menentukan posisi bupati/walikota, kini dewan punya kekuasaan penuh untuk menentukan itu. Jika dulu hasil sumber kekayaan alam di daerah sebagian terbesarnya disedot ke pusat, kini dibalik, hasil itu sebagian besar untuk daerah yang bersangkutan, sementara pusat ‘berbesar hati’ mau mengurangi jatahnya.
Tapi ironisnya, di era reformasi ada hal-hal negatif yang justru berkembang kian subur. Yaitu sikap ‘aji mumpung’ dalam memanfaatkan situasi. Selain itu yang sangat destruktif adalah terjadinya era keterbukaan yang kebablasan. Padahal, sikap aji mumpung tersebut itulah yang dikutuk para reformis menjelang lengsernya rezim Soeharto dulu. Para reformis tak pelak akan mengutuk lembaga-lembaga dan pejabat di era Orde Baru yang bersikap aji mumpung.
Dulu, mumpung (senyampang) berkuasa, apa saja mereka atur demi langgengnya kekuasaan mereka. Dulu, mumpung menjadi mayoritas tunggal, semua persoalan politik mereka tentukan sendiri demi mempertahankan kemenangan mutlaknya itu.
Dulu, mumpung menjadi pejabat, mereka sibuk memperkaya diri sendiri dan keluarga, tidak peduli dari mana kekayaan itu. Maka, suburlah apa yang kita sebut dengan KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme).
Tapi kini sikap aji mumpung itu kambuh kembali. Mumpung menjadi anggota dewan, mereka berusaha mengeruk uang rakyat serta mempermainkan kekuasaan gubernur/bupati/walikota. Mumpung dewan diberi kekuasaan untuk menentukan arah kebijakan kepala daerah, mereka tak segan-segan melakukan money politics, menolak laporan pertanggungjawaban tahunan kepala daerah demi uang, dan sebagainya. Mumpung DPRD punya kekuasaan, mereka begitu mudah berusaha dan bahkan mengancam akan melengserkan kepala daerah.
Begitu pula yang di eksekutif. Mumpung kepala daerah (bupati/wali kota) punya kekuasaan besar untuk mengatur daerahnya, mereka kurang menghormati gubernur. Mereka juga menghabiskan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk kepentingan yang tidak semestinya. Sampai-sampai dana untuk membayar rapelan gaji pegawai negeri pun dihabiskan untuk keperluan lain.
Di kalangan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) juga terjangkiti sikap aji mumpung yang kronis. Dulu mereka hampir setiap hari menyoroti lembaga atau pejabat yang korup, yang menyelewengkan uang negara dan rakyat. Tapi, ketika mereka diberi kesempatan, ternyata mereka lebih rakus. Korupsi mereka lebih ganas. Lihat saja dalam kasus penyaluran dana KUT (Kredit Usaha Tani).
Sebelum era reformasi, KUT disalurkan oleh KUD. Semua orang tahu banyak tentang kondisi KUD yang tidak beres, dana KUT ratusan miliar rupiah yang tidak jelas jluntrungan-nya. Tapi kini apa yang terjadi?
Pertanyaannya adalah, sampai kapan sikap aji mumpung yang negatif itu kita biarkan berkembang di era reformasi ini? Dan, jika sikap seperti itu ditoleransi, lalu sesungguhnya apa bedanya antara Orde Baru dengan Orde Reformasi?
Bahkan para Eksekutif yang tak kalah tamaknya dengan koleganya di Legislatif bahkan tega memakan milyaran rupiah Dana Abadi Umat (DAU), dan pelakunya justru birokrasi Departemen Agama yang harusnya lebih ‘suci’.
Isu adanya jual beli kursi CPNS dan penerimaan taruna TNI dan Polisi selalu menyertai proses rekrutmen di berbagai daerah. Tapi, memang, sangat tidak mudah untuk bisa membuktikan adanya praktik katabelece tersebut. Jual beli kursi CPNS, atau suap, atau apalah namanya, bisa dirasakan bau busuknya, namun kita susah untuk bisa melihat buktinya. Membuktikan ada atau tidaknya katabelece juga bukanlah pekerjaan yang gampang. Kata orang, lebih pinter malingnya.
Dampak dari praktik suap dalam penerimaan CPNS dan taruna TNI & Polri adalah sangat berpotensi menjadi penyubur suap menyuap di kemudian hari. Pegawai negeri baru yang kini masuknya lewat jalan suap, sangat mungkin pada saatnya nanti, saat mereka punya posisi & kesempatan menjual kursi CPNS, mereka akan melakukannya juga. Sebagai semacam ‘balas dendam’ dan dalih lain sebagai pembenar. Mungkin dalam benaknya mereka berpikir, karena dulu masuk harus membayar puluhan juta rupiah, maka kini mencari ganti uang puluhan juta yang mereka keluarkan kala itu.
Kasus ini sama dengan jika misalnya ada seorang polisi yang masuknya dengan membayar, maka setelah menjadi polisi, dia akan berusaha bisa cepat mengembalikan ‘modalnya’ itu. Kalau upaya mengembalikan modalnya itu ditempuh dengan cara yang legal, tentu tidak masalah.

30 Penyebab Kegagalan



30 Penyebab Kegagalan


Tragedi terbesar dalam kehidupan karir adalah saat orang-orang yang berusaha dengan bersungguh-sungguh tetapi gagal! Tragedi semacam itu biasanya menimpa mayoritas sangat besar dari deretan orang-orang yang gagal. Sebuah analisa terhadap beberapa ribu pria dan wanita di Amerika, 98 persen diantaranya diklasifikasikan sebagai ‘orang gagal’!
Ada 30 faktor penyebab utama kegagalan dan 13 prinsip utama yang bisa digunakan orang untuk mengumpulkan kekayaan. 30 faktor penyebab utama kegagalan yang menghalangi meraih sukses.
1. Latar belakang keturunannya tidak menguntungkan: hanya sedikit sekali, kalau memang ada, yang bisa dilakukan untuk orang-orang yang lahir dengan cacat kekuatan otaknya. Falsafah ini menawarkan hanya satu metode untuk menjembatani kelemahan tersebut – melalui bantuan kelompok ‘ahli pikir’. Walau demikian perhatikanlah demi keuntungan anda, bahwa ini satu-satunya dari tiga puluh satu penyebab kegagalan yang mungkin tidak mudah diperbaiki oleh setiap orang.
2. Kurangnya tujuan hidup yang ditetapkan dengan baik: Tidak ada harapan sukses bagi orang yang tidak mempunyai tujuan sentral atau sasaran pasti untuk dicapai. Sembilan puluh delapan dari setiap seratus orang yang pernah dijadikan sampel dalam analisis tersebut, ternyata tidak memiliki tujuan seperti itu. Barangkali inilah penyebab utama kegagalan mereka.
3. Kurangnya ambisi untuk mencapai sasaran di atas rata-rata: Tidak ada tawaran harapan hidup bagi orang yang tidak peduli atau masa bodoh, orang yang tidak mau maju dalam hidup dan yang tidak mau membayar harga kemajuannya.
4. Pendidikan yang tidak cukup: Ini kekurangan yang bisa diatasi relatif dengan mudah. Pengalaman telah membuktikan bahwa orang yang paling terdidik kerapkali adalah mereka yang dikenal sebagai orang yang ‘membentuk diri sendiri’ atau mendidik diri sendiri. Diperlukan lebih dari gelar sarjana untuk membuat seorang terdidik. Orang yang berpendidikan adalah orang yang telah belajar bagaimana caranya mendapatkan apa saja yang diinginkannya dalam hidup tanpa melanggar hak-hak orang lain. Pendidikan tidak berisi terlalu banyak pengetahuan, hanya pengetahuan yang diterapkan secara efektif dan dengan tekun. Orang dibayar bukan semata-mata untuk apa yang diketahuinya tetapi lebih khusus lagi untuk apa yang mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui.
5. Kurangnya disiplin pribadi: Disiplin datang melalui pengendalian diri sendiri. Ini berarti bahwa seseorang harus bisa mengendalikan semua kualitasnya yang negatif. Sebelum anda bisa mengendalikan keadaan, tentu saja lebih dulu anda harus bisa mengendalikan diri anda sendiri. Penguasaan diri pribadi merupakan pekerjaan paling sulit yang akan anda tangani. Anda bisa melihat sekaligus pada kesempatan yang sama sahabat terbaik dan musuh terbesar diri sendiri dengan melihat ke dalam cermin.
6. Kesehatan yang buruk: Tidak ada orang yang bisa menikmati sukses yang menonjol tanpa kesehatan yang baik. Banyak penyebab kesehatan buruk yang merupakan akibat kurangnya penguasaan dan pengendalian diri sendiri. Hal itu terutama disebabkan oleh:
a. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang merugikan kesehatan.
b. Kebiasaan pemikiran yang salah; memberikan ekspresi kepada hal-hal negatif.
c. Terlalu banyak memanjakan diri dan melakukan penyimpangan di bidang seks.
d. Kurangnya latihan olah raga yang semestinya.
e. Kurangnya persediaan oksigen, karena cara bernafas yang kurang benar.
7. Pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan di masa kanak-kanak: ‘Kalau pohonnya condong, rantingnya pun menekuk’. Kebanyakan individu yang mempunyai kecenderungan sebagai penjahat, merupakan akibat dari lingkungan buruk dan pergaulan yang kurang baik di masa kanak-kanaknya.
8. Suka menunda-nunda: Ini salah satu penyebab kegagalan yang paling lazim. Kebiasaan suka menunda-nunda pekerjaan membayangi setiap manusia, menunggu kesempatan untuk merusak peluang seseorang memperoleh sukses. Kebanyakan dari kita hidup sebagai orang gagal karena kita menunggu “saat untuk melakukan hal yang benar”. Padahal untuk memulai sesuatu yang berharga jangan menunggu sebab tidak pernah ada ‘saat yang tepat’ untuk berbuat begitu. Mulailah sekarang juga dan bekerja dengan alat apa saja yang memungkinkan dan telah anda miliki. Alat dan sistem yang lebih baik akan ditemukan sambil prosesnya berjalan.
9. Kurang ketekunan: Kebanyakan dari kita biasanya mampu mengawali sesuatu dengan baik tetapi tidak mampu menyelesaikan urusan yang kita mulai. Apalagi orang biasanya mudah menyerah pada tanda-tanda pertama kekalahan. Tidak ada pengganti untuk ketekunan bahkan kegagalan tidak akan bisa mengalahkan ketekunan.
10. Kepribadian negatif: Tidak ada harapan sukses bagi siapa saja yang menjauhkan orang lain melalui kepribadian negatif. Sukses datang melalui penerapan kekuasaan, dan kekuasaan dicapai melalui upaya kerjasama dengan orang lain. Kepribadian negatif tidak bisa menarik kerjasama.
11. Kurangnya dorongan seksual yang terkendali: Energi seksual adalah yang terkuat diantara semua rangsangan yang menggerakkan orang untuk bertindak. Karena itu merupakan emosi yang paling kuat, dorongan seksual harus dikendalikan melalui transmutasi dan diubah menjadi saluran lainnya.
12. Keinginan tak terkendali untuk mendapat sesuatu tanpa mau mengorbankan apa pun: Insting berjudi mendorong jutaan orang menuju kegagalan. Bukti tentang hal ini bisa ditemukan dalam penelitian terhadap jatuhnya Wall Street pada tahun 1929, ketika berjuta-juta orang berusaha mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan berjudi dalam transaksi saham.
13. Kurangnya kekuatan mengambil keputusan yang pasti: Orang yang sukses mencapai keputusan dengan seketika dan kalau memang harus diubah, prosesnya perlahan-lahan sekali. Orang yang gagal biasanya mencapai keputusan, kalau memang bisa mencapainya perlahan-lahan sekali dan mengubahnya dengan cepat dan sering. Kebimbangan dan kebiasaan menunda-nunda merupakan ‘saudara kembar’. Kalau yang satu ditemukan, biasanya yang lain juga tidak jauh dari situ. Bunuhlah pasangan ini sebelum mereka membelenggu anda di pusaran kegagalan.
14. Satu atau lebih dari enam ketakutan dasar: semua rasa takut ini sudah disampaikan dalam bab terdahulu. Rasa takut ini harus dikuasai sebelum anda bisa memasarkan pelayanan personal secara efektif.
15. Pilihan teman hidup yang keliru: Ini penyebab paling umum untuk kegagalan. Hubungan perkawinan mendatangkan kontak yang sangat intim. Kecuali kalau hubungan ini serasi biasanya kegagalan akan menyusul. Lebih-lebih kondisi ini, merupakan bentuk kegagalan yang ditandai oleh kesengsaraan dan ketidakbahagiaan yang menghancurkan semua ambisi!
16. Terlalu berhati-hati: Orang yang tidak berani mengambil risiko biasanya terpaksa menerima apa yang tersisa setelah semua orang lainnya memilih. Terlalu berhati-hati sama buruknya dengan kurang berhati-hati. Keduanya merupakan keadaan ekstrem yang harus dihindari. Kehidupan ini sendiri penuh dengan unsur risiko.
17. Pilihan rekan bisnis yang keliru: Ini salah satu penyebab kegagalan yang paling lazim dalam bisnis. Dalam memasarkan pelayanan pribadi, orang harus berhati-hati sekali dalam memilih bos yang akan dijadikan inspirasi. Sang bos harus cerdas dan sukses, sebab karakter dan pencitraannya akan banyak diteladani.
18. Percaya pada tahayul dan berprasangka: Percaya pada tahayul merupakan satu bentuk rasa takut. Ini juga merupakan sebuah pertanda kebodohan. Orang yang sukses tetap membuka pikirannya dan tidak takut kepada apapun.
19. Pilihan kejuruan yang keliru: Tidak ada orang yang bisa sukses di bidang usaha yang tidak disukai. Langkah yang paling penting dalam memasarkan pelayanan pribadi adalah memilih bidang kerjaan yang akan anda tekuni dengan sepenuh hati.
20. Kurangnya konsentrasi terhadap usaha: Orang yang serba bisa sering tidak pernah menguasai sesuatu dengan baik. Pusatkanlah semua usaha anda pada satu tujuan utama yang pasti.
21. Kebiasaan terlalu boros: Orang yang terlalu boros tidak bisa sukses, terutama karena dia selalu merasa takut pada kemiskinan. Bentuklah kebiasaan suka menabung secara sistematis dengan menyisihkan persentase yang pasti dari penghasilan anda. Uang di bank memberi seseorang landasan keberanian yang sangat aman ketika dia tawar-menawar untuk penjualan service pribadinya. Tanpa uang, orang terpaksa menerima apa yang ditawarkan dan dipaksa ‘harus’ gembira saat menerimanya.
22. Kurang antusias: Kurang antusias atau gairah kerja, hingga seseorang tidak bisa meyakinkan penampilannya. Lebih-lebih, semangat kerja biasanya menular dan orang yang memiliki kontrol diri, biasanya disambut baik dalam setiap kelompok.
23. Tidak punya tenggang rasa: Orang yang pikirannya tertutup terhadap suatu hal, jarang bisa maju. Tidak memiliki toleransi atau tenggang rasa berarti bahwa orang berhenti memperoleh pengetahuan. Bentuk paling merusak dari sikap tidak toleran adalah yang berhubungan dengan perbedaan pandangan agama, ras dan politik.
24. Tidak sederhana: Bentuk yang paling merusak dari sikap tidak bersahaja atau ketidaksederhanaan berhubungan dengan makan, minuman keras dan kegiatan seksual. Terlalu tenggelam dalam satu hal tersebut sangat fatal akibatnya bagi kesuksesan yang hendak diraih.
25. Ketidakmampuan kerjasama dengan orang lain: Lebih banyak orang kehilangan posisi dan kesempatan besar dalam hidup karena kesalahan ini. Ini kesalahan yang tidak akan diberi toleransi oleh usahawan atau pemimpin manapun yang cakap.
26. Pemilikan kekuasaan yang tidak diperoleh melalui usaha sendiri: (anak-anak orang kaya yang mewarisi uang yang tidak mereka peroleh dengan jerih payah sendiri). Kekuasaan di tangan seseorang yang tidak memperolehnya secara berangsur-angsur kerap kali fatal terhadap kesuksesan. Kekayaan yang diperoleh dengan cepat, lebih berbahaya daripada kemiskinan itu sendiri!
27. Ketidakjujuran dengan sengaja: Tidak ada pengganti untuk kejujuran. Orang untuk sementara bisa tidak jujur karena dipaksa oleh keadaan yang tidak dikuasainya tanpa menimbulkan kerusakan permanen. Tetapi tidak ada harapan bagi orang yang tidak jujur karena pilihan pribadinya. Cepat atau lambat perbuatannya akan merugikan dirinya sendiri dan dia akan membayar dengan hilangnya reputasi bahkan kehilangan kebebasannya.
28. Mementingkan diri sendiri dan sombong: Faktor ini ibaratnya adalah lampu merah yang membuat orang lain menjauhinya. Kedua poin ini sangat fatal bagi pencapaian kesuksesan.
29. Menduga dan bukan berpikir: Kebanyakan orang bersikap acuh atau malas untuk memperoleh fakta sebagai landasan berpikir secara akurat. Mereka memilih untuk bertindak berdasarkan ‘opini’ yang tercipta melalui dugaan atau penilaian sepintas lalu.
30. Kurang modal: Ini merupakan penyebab umum terjadinya sebuah kegagalan. Bagi yang memulai bisnis untuk pertama kalinya tanpa cadangan modal yang cukup untuk ‘menyerap’ kesalahan dan bertahan terus sampai berhasil membina sebuah reputasi.